adbrite

Selasa, 31 Mei 2011

Barang bekas








Butir-butir debu menari-nari dalam berkas cahaya matahari yang mnjadi satu-satunya sumber cahaya dikantor rabbi itu,Dia duduk bersandar dikursi kantornya dan mendesah sambil mengelus-elus jenggotnya.Kemudian di ambilah kacamatanya yg berbingkai kawat dan dgn linglung mengusapkannyapd kemeja flanelnya.
“jadi,” katanya,”anda telah bercerai,sekarang anda ingin menikah lagi degan pemuda yang baik ini,terus apa masalahnya?
Sang rabbi menangkupkan tanganya dibawah dagunya yang kelabu dan tersenyum lembut kepadaku.
Aku ingin menjerit.Apa masalahnya?
satu,kami beda keyakinan.
Dua,Aku lebih tua dari dia.
Tiga,dan bukan yg tdk penting dipandang dari sudut manapun-aku janda cerai!-
tapi…. aku hanya memandang matanya yang cokelat lembut sambil mencoba menyusun kata-kata.
“Tidaklah menurut anda,” aku tergagap, “pernah bercerai sama artinya pernah dipakai?Seperti barang bekas?”
Rabbi itu bersandar kembali pd kursinya,meregangkan badan,lalu mendongakmemandang langit-langit,Dia mengelus-elus kembali jenggotnya yg menutupi dagunya itu.Kemudian dia kembali duduk biasa dan mencondongkan badanya kepadaku.
“Hmmm….. katakanlah anda harus menjalani operasi,katakanlah anda punya pilihan antara dua dokter.Siapa yang akan anda pilih?Dokter yg baru lulus dari fakultas kedokteran atau dokter yang sudah berpengalaman….?”
“yang sudah berpengalaman,” jawabku.
Wajahnya berkerut membentuk senyuman.”saya juga akan memilih dokter yang sudah berpengalaman,” jawab rabbi itu,kemudian dia menatapku lekat-lekat. “Jadi dalam perkawinan ini,andalah yg sudah berpengalaman,itu bukan sesuatu yg buruk”.
“Kadang-kadang perkawinan cenderung melenceng.Pasangan-pasangan terjebak dalam pusaran yang berbahaya,mereka menyeleweng dr tujuan dan membelok ke pantai-pantai yang penuh bahaya.Mereka sama-sama tidak menyadarinya sampai benar-benar sudah terlambat.
“Pada wajah anda anda saya melihat penderitaan akibat perkawinan yang gagal,anda akan tau kapan arah perkawinan anda mulai melenceng,anda akan bertariak bila melihat batu-batu besar yg menghalangi jalan anda,anda akan memberi peringatan dan menaruh perhatian,dan anda akan menjadi partner yang sudah berpengalaman,” desahnya. “percayalah itu bukan sesuatu yg buruk,sama sekali tidak buruk”. Begitulah rabbi memberi nasehat.
Dia berjalan kearah jendela dan mengintip lewat sela-sela gorden. “Dengar, disini tak ada yang tau tentang istri saya yang pertama.Saya tdk merahasiakannya,tetapi saya juga tidak mengobral cerita tentang dirinya.Dia meninggal tak lama setelah kami menikah,sebelum saya pindah kesini,sekarang hampir setiap malam saya sering membayangkan semua kesempatan yang saya biarkan berlalu dalam perkawinan pertama itu.saya yakin,sekarang saya bisa menjadi suami yang lebih baik bagi istri saya yang sekarang karena meninggalnya istri saya yang pertama.” rabbi pun menceritakan tentang pengalaman hidupnya kapadaku.
Untuk pertama kalinya,duka dalam matanya mengandung arti.Sekarang aku mengerti mengapa aku memilih datang dan berbicara dengan rabbi ini tentang perkawinan.Entah bagaimana,aku merasa dia akan dapat mengajariku,atau bahkan memberiku keberanian yang kubutuhkan untuk mencoba lagi,untuk menikah lagi dan mncintai lagi…
“Saya berharap anda&kekasih anda berjanji akan menjadi partner yang berseru-seru memperingatkan bila perkawinan anda dalam bahaya.” kata sang rabbi.
Aku berjanji akan melaksanakan pesan-pesannya,kemudian aku beranjak pergi meninggalkan kantor rabbi itu.
Enam belas tahun telah lewat sejak rabbi itu memberikan aku banyak sekali saran&kritik,akupun akhirnya menikah degan kekasihku.Pada suatu pagi berhujan di bulan Oktober.Dan ya,beberapa kali aku berseru-seru memperingatkan bila aku merasa kami ada dalam bahaya.Aku ingin mengatakan kepada rabby itu betapa analoginya telah berjasa kepadaku,tetapi aku tidak bisa!dia telah meninggal dunia dua tahun setelah kami menikah.Tetapi aku selalu mensyukuri hadiahnya yang tak ternilai,
“kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa SEMUA pengalaman hidup kami tidak membuat kami kurang berharga,tetapi justru lebih berharga tidak membuat kami kurang mampu untuk mencintai,tetapi justru lebih mampu untuk mencintai”

sumber : “Chicken Soup for the Couple’s Soul”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar