adbrite

Senin, 30 Mei 2011

Menemukan barang harus dikembalikan pada pemiliknya

30 tahun yang lalu, suatu malam di Washington DC, Amerika Serikat, seorang istri pedagang telah kehilangan dompetnya disebuah rumah sakit karena kurang berhati-hati. Pedagang tersebut sangat gelisah, dan segera kembali ke rumah sakit malam itu juga, untuk mencari dompetnya yang hilang. Di dalam dompetnya bukan hanya terdapat USD. 100.000 saja, tetapi masih ada lagi sebuah dokumen yang sangat rahasia tentang informasi pasar. Ketika pedagang itu tiiba dirumah sakit itu, sekilas pandang ia langsung melihat, di lorong rumah sakit yang dingin dan sepi itu ada seorang gadis kecil berbadan kurus sedang meringkuk kedinginan sambil menyandarkan diri ditembok, ia sedang memeluk erat dompet didadanya, dompet itu adalah dompet istri si pedagang yang hilang itu.
Gadis kecil itu bernama Hiada, ia sedang menemani ibunya yang sakit keras dan berobat dirumah sakit ini. Kedua ibu dan anak saling bergantung hidup dalam kemiskinan, segala benda yang masih ada harganya telah mereka jual, dan uang tersebut hanya dapat mencukupi biaya pengobatan satu malam saja. Jika tidak ada uang, besok pagi mereka harus rela diusir keluar dari rumah sakit.
Malam itu, Hiada dalam keadaan tak berdaya sedang mondar mandir di lorong rumah sakit, ia berpikir untuk memohon perlindungan dari Tuhan agar dapat menjumpai seseorang baik hati yang dapat menolong ibunya. Mendadak ada seorang wanita turun dari tangga ketika ia sedang melewati lorong itu, dompet yang diapit ketiaknya jatuh dilantai, mungkin lengannya masih mengapit barang lainnya, sehingga wanita itu sama sekali tidak merasakan dompetnya telah jatuh. Saat itu hanya ada Hiada seorang diri di lorong itu. Ia lalu berjalan memungut dompet itu, dan bergegas mengejar keluar pintu. Tapi wanita itu telah masuk ke dalam sebuah mobil dan pergi begitu saja.
Hiada kembali ke kamar pasien, ketika ia membuka dompet itu, kedua ibu dan anak sangat terkejut oleh tumpukan uang yang ada didalam dompet. Pada saat itu, di dalam hati mereka berkecamuk, jika uang tersebut digunakan mungkin penyakit ibunya bisa disembuhkan. Akan tetapi ibunya menyuruh Hiada mengembalikan dompet itu ke lorong tersebut, menunggu orang yang kehilangan dompet itu kembali untuk mengambilnya.
Meskipun setelahnya pedagang itu telah berusaha sekuat tenaganya untuk membantu Hiada, namun ibu Hiada akhirnya harus meninggalkan anaknya sebatang kara. Akhirnya si pedagang itu mengadopsi anak gadis yang sebatang kara ini. Kedua ibu dan anak ini bukan saja telah menyelamatkan kerugian uang sebesar USD 100.000 miliknya, namun yang terpenting adalah dokumen rahasia tentang informasi pasar yang seharusnya telah hilang tetapi bisa diperolehnya kembali, yang pada akhirnya berhasil menghantarkan si pedagang itu menjadi semakin kaya, dan tak lama kemudian menjadi seorang konglomerat.
Hiada yang telah diadopsi oleh pedagang tersebut, usai lulus universitas, ia segera membantu konglomerat tersebut dalam urusan perusahaannya. Walaupun konglomerat tersebut tidak pernah mengangkat dia dengan jabatan yang pasti dalam perusahaan itu, tapi selama bertahun-tahun melatih diri, kecerdasan dan pengalaman dari si konglomerat tanpa disadari telah mempengaruhinya, membuatnya menjadi seorang yang mapan dan memenuhi syarat sebagai pedagang.
Hingga hari tua si konglomerat tersebut, banyak sekali pemikirannya yang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari Hiada. Sampai pada ajal si konglomerat tersebut, telah meninggalkan sepucuk surat wasiat yang berbunyi : “Sebelum saya mengenal Hiada dan ibunya, saya sudah sangat kaya. Akan tetapi ketika saya berdiri di depan ibu dan anak yang miskin dan sakit, yang telah menemukan uang dalam jumlah besar namun tidak dikantonginya sendiri, saya baru menyadari bahwa merekalah orang yang paling kaya, karena mereka dengan teguh menjaga budi pekerti dan moral yang tertinggi, dan hal ini kebetulan merupakan kekurangan pada diri saya sebagai seorang pedagang. Kekayaan saya boleh dikatakan hampir semuanya saya dapatkan dari tipu muslihat dan persaingan secara tidak sehat baik itu dengan terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Merekalah yang telah membuat saya sadar akan modal yang paling besar dalam kehidupan ini, yakni perbuatan yang baik. Saya mengadopsi Hiada, bukan karena saya ingin balas budi, juga bukan karena kasihan, akan tetapi saya telah mengundang dia untuk memberikan saya contoh bagaimana menjadi manusia yang sesungguhnya.
Selama ada dia disamping saya, didalam dunia bisnis, saya akan selalu mengingat, mana yang layak saya lakukan, dan mana yang tidak seharusnya saya lakukan. Hal ini adalah faktor penyebab utama yang telah membawa bisnis saya mencapai kejayaan di kemudian hari, dan saya akhirnya menjadi konglomerat. Setelah saya mati, seluruh aset kekayaan saya yang mencapai triliunan ini semuanya saya wariskan kepada Hiada sebagai pewaris tunggal. Ini bukan pemberian hadiah, akan tetapi adalah agar perusahaan saya ini dapat berkembang lebih besar dan jaya di masa yang akan datang. Saya sangat yakin, putra saya yang cerdas pasti akan dapat memahami pemikiran ayahnya ini.”
Ketika putra si konglomerat yang berada di luar negeri kembali, setelah membaca surat wasiat ayahnya dengan seksama, dengan tanpa keraguan sedikitpun ia segera menanda tangani surat persetujuan ahli waris : “Saya menyetujui Hiada sebagai pewaris tunggal dari seluruh kekayaan dari ayahku. Saya hanya memohon agar Hiada bersedia menjadi istri saya.”
Setelah Hiada melihat tanda tangan dari putra si konglomerat, ia tercenung sejenak, lalu mengambil pena juga dan menandatangani :”Saya terima semua harta yang ditinggalkan oleh pendahulu saya termasuk putranya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar