adbrite

Selasa, 31 Mei 2011

Ini Hari Selasa Biasa

Pada suatu hari selasa biasa yang berangin kencang di awal tahun 1950-an, seorang kawan datang berkunjung untuk mengabarkan kelahiran putrinya. Dia meminta suamiku, Harold untuk menemaninya ke rumah sakit. Mereka bilang, mereka akan pulang waktu makan malam.
Kedua pria itu singgah di toko bunga dan membeli satu pot bunga tulip untuk si ibu baru, dan suamiku yang tercinta ikut-ikutan membeli satu pot bunga tulip untukku. Dia juga memutuskan untuk membeli dua lusin mawar merah dan membebankan tagihannya pada nomor tabungan kami yang kupisahkan untuk keperluan dukacita, dan sebagainya. (Kukira dia menganggap pengeluaran itu termasuk kolom “dan sebagainya”.)
Dari rumah sakit mereka mampir ke Gatto’s Inn untuk minum bir. Mereka membawa bunga-bunga itu ke dalam karena takut layu kalau ditinggalkan di mobil. Satu kejadian menyusul kejadian lainnya. Tak lama kemudian para pengunjung tetap bar itu bertanya-tanya tentang tulip dan mawar-mawar merah itu. Tak menyangka akan dapat pertanyaan seperti itu, dengan malu-malu Harold menjawab, “Ini hadiah ulang tahun perkawinan untuk Dot, istriku.”
Tetapi hari itu bukan ulang tahun perkawinan kami, bukan pula hari ulang tahunku. Hari itu adalah hari selasa biasa. Seorang pengunjung mentraktir minum suamiku dan kawannya, minuman selamat atas ulang tahun perkawinannya, Pengunjung lainnya ikut-ikutan. Kira-kiran jam 21.30, mereka menanyainya mengapa dia berpesta sendirian. “Istriku sibuk sampai jam sepuluh, ” jawabnya. Dia akan menyusulku ke sini dan kami akan makan steak, bukan untuk kami saja, tetapi untuk semua pengunjung tetap bar itu. Dengan senang hati pemilik penginapan menata meja untuk delapan belas orang.
Kemudian timbul masalah – bagaimana caranya mendatangkan aku ke sana. Itu bukan tempat makan favoritku, malam sudah larut, dia lupa pulang untuk makan malam, aku mungkin cemas dan marah.
Suamiku yang tercinta itu memanggil taksi dan menyuruh sopirnya – yang untungnya adalah kawannya – pergi ke Dublin, mengatakan kepada Dot bahwa dia ada kesulitan di Gatto’s Inn, dan menyuruh Dot datang secepat mungkin. Aku sudah mengenakan baju tidur dan kimono, rambutku sudah kugulung dengan pengikal rambut dari logam yang jelek ketika taksi itu datang. Aku cepat-cepat mengenakan mantel panjang, memasukkan kakiku yang bersandal ke dalam sepatu bot, lalu lari keluar.
Bar sudah kosong ketika kami sampai di Gatto’s Inn. “Astaga,” seruku. “Ini pasti gawat sekali.” Seorang pelayan mengantarkan aku ke ruang makan yang gelap. “Kejutan Kejutan!” Harold berdiri dan menarikkan kursi untukku. Dia mengecup pipiku dan berbisik, ” Akan kujelaskan nanti.” Dia harus menjelaskan.
Hmmm, mawar adalah mawar, steak adalah steak, dan dalam hidup perkawinan kita harus siap menghadapi kejadian buruk maupun kejadian yang membahagiakan. Aku menghirup wangi mawar-mawar itu, tersenyum kepada tamu-tamu kami yang tak kukenal, dan menendang kaki suami keras-keras di bawah meja. Aku belum pernah makan malam bersama orang-orang ini dan mungkin takkan pernah lagi, tetapi aku tahu ucapan selamat mereka tulus. Aku bahkan berdansa mengikuti irama “Anniversary Waltz” dalam baju tidur dan sepatu bot untuk merayakan bahwa hari itu adalah hari selasa biasa.
Dorothy Walker

Tidak ada komentar:

Posting Komentar